JAKARTA. Peredaran produk tidak berkualitas makin marak saja.
Seperti belum layak standardisasi alias standar nasional Indonesia
(SNI), tidak ada label, atau buku panduan produk serta kartu garansi
tidak ada. Berdasarkan hasil pengawasan Kementrian Perdagangan, tahun
lalu ada 621 unit produk yang melanggar. Sekitar 61% atau 380 produk
impor dan sisanya, yakni 241 produk adalah produk domestik.
Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian
Perdagangan (Kemendag) Nus Nuzulia Ishak mengatakan sanksi telah
diberikan ke pelaku usaha yang terbukti melanggar. Mulai dari sanksi
administratif sampai, "Sampai pelaku harus menarik ulang produk dari
peredaran," katanya kepada KONTAN di kantornya, kemarin (14/1).
Saat ini sudah ada beberapa produk tidak berstandardisasi dilarang
beredar. Mulai dari produk elektronik seperti lampu hemat energi (LHE),
baja tulangan beton, kipas angin, penanak nasi, hingga tepung terigu.
"Kebanyakan produk impor dari Cina," timpalnya.
Jika pelaku usaha masih membandel, sanksi akan berlanjut ke ranah
hukum. BIla mengacu ke Undang-Undang No. 8/1999 tentang perlindungan
konsumen di pasal 62 disebut pelaku usaha dapat dikenakan pidana penjara
maksimal 5 tahun atau pidana denda sebesar Rp 2 miliar bila mengedarkan
produk yang merugikan konsumen. Â
Saat ini ada sekitar 13 pelanggaran produk yang semuanya produk impor tengah menjalani proses hukum.
Dari temuan Kemdag tahun lalu, jenis pelanggaran yang terbanyak adalah pada label yang tidak memberi keterangan soal produk yang bersangkutan. Jumlahnya ada 270 produk. Berikutnya adalah produk yang tidak menyertakan SNI. Yakni sebanyak 207 produk (lihat tabel).
Harus kritis
Dari temuan Kemdag tahun lalu, jenis pelanggaran yang terbanyak adalah pada label yang tidak memberi keterangan soal produk yang bersangkutan. Jumlahnya ada 270 produk. Berikutnya adalah produk yang tidak menyertakan SNI. Yakni sebanyak 207 produk (lihat tabel).
Harus kritis
Masih ada lagi pelanggaran lainnnya. Yaitu tidak tersedianya buku
panduan manual produk dan kartu garansi, serta jaringan distribusi dari
produk yang bersangkutan.
Menurut Nuzulia, pelanggaran di 2012Â makin besar dibandingkan 2011
lantaran tingkat volume impor tahun lalu sangat tinggi. "Di mata banyak
negara, Indonesia itu seksi, karena ada 245 juta konsumen dengan
pendapatan per kapita yang meningkat," ujarnya.
Ia menambahkan, pelanggaran terjadi akibat ketidak tahuan konsumen
akan hak dan kewajiban mereka. Dari hasil penelitian Badan Perlindungan
Konsumen, hanya 11% konsumen yang mengetahui hak dan kewajiban yang
diatur dalam UU Perlindungan Konsumen.
Misalnya, ada produk lampu yang harganya cuma Rp 5.000 atau Rp 6.000
per buah. Padahal, standar harganya sekitar Rp 15.000 atau Rp 16.000 per
buah.
Selama lima tahun terakhir, ada sekitar 3.949 pengaduan konsumen yang diterima beberapa lembaga perlindungan konsumen.
Untuk mencegah maraknya peredaran barang yang tak sesuai dengan perlindungan konsumen, Kemdag akan terus gencar melakukan inspeksi ke lapangan. Saat ini ada sekitar 838 penyidik dan pengawas di seluruh Indonesua yang siap mengawasi adanya pelanggaran produk non pangan.
Untuk mencegah maraknya peredaran barang yang tak sesuai dengan perlindungan konsumen, Kemdag akan terus gencar melakukan inspeksi ke lapangan. Saat ini ada sekitar 838 penyidik dan pengawas di seluruh Indonesua yang siap mengawasi adanya pelanggaran produk non pangan.
Cara lainnya adalah dari konsumen itu sendiri. Ia berharap konsumen
kritis. Seperti mengecek kondisi produk, apakah ada label, ber-SNI dan
ada buku panduan serta bergaransi.
Sumber : http://industri.kontan.co.id/news/produk-tidak-berkualitas-makin-banyak/2013/01/15
0 komentar:
Posting Komentar