Home » » Sejarah Lampu

Sejarah Lampu

Sejarah perkembangan perlampuan bermula pada puluhan abad yang lalu dari suatu penemuan manusaia yang membutuhkan penerangan (cahaya buatan) untuk malam hari dengan cara menggosok-gosokan batu hingga mengeluarkan api/cahaya, kemudian dari api dikembangkan dengan membakar benda-benda yang mudah menyalan hingga membentuk sekumpulan cahaya dan seterusnya samapi ditemukan bahan bakar minyak dan gas yang dapat digunakan sebagai bahan penyalaan untuk lampu obor, lampu minyak maupun lampu gas. Teknologi berkembang terus dengan ditemukannya lampu listrik oleh Thomas Alpha Edison pada tanggal 21 Oktober 1879 di laboratorium Edison-Menlo Park, Amerika. Prinsip kerja dari lampu listrik tersebut adalh dengan cara menghubung singkat listrik pada filamen carbon ( C ) sehingga terjadi arus hubung singkat yang mengakibatkan timbulnya panas. Panas yang terjadi dibuat hingga suhu tertentu sampai mengeluarkan cahaya, dan cahaya yang didapat pada waktu itu baru mencapai 3 Lumen/W (Lumen = satuan arus cahaya).
Baru lima puluh tahun kemduian, tepatnya Th 1933 filamen carbon diganti dengan filamen tungsten atau Wolfram (=wo) yang dibuat membentuk lilitan kumparan sehingga dapat meningkatkan Eficacy lampu menjadi + 20 Lumen/W. Sistem pembangkitan cahaya buatan ini disebut sistem pemijaran (Incondescence). Revolosi teknologi perlampuan berkembang dengan pesatnya. Pada tahun 1910 pertama kali digunakan lampu luah (discharge) tegangan tinggi. Prinsip kerja lampu ini menggunakan sistem emisi-elektron yang bergerak dari Katoda menuju Anoda pada tabung lampu akan menumbuk 'atom-atom media gas yang ada di dalam tabung tersebut, akibat tumbukan akan menjadi pelepasan energi dalam bentuk cahaya. Sistem pembangkitan cahaya buatan ini disebut Luminescence (berpendarnya energi cahaya keluar tabung).
Media gas yang digunakan dapat berbagai macam. Tahun 1932 ditemukan lampu luah dengan gas Sodium tekanan rendah, dan tahun 1935 dikembangkan lampu luah dengan gas Merkuri, dan kemudian tahun 1939 berhasil dikembangkan lampu Fluorescen, yang biasa dikenal dengan lampu neon. Selanjutnya lampu Xenon tahun 1959. Khusus lampu sorot dengan warna yang lebih baik telah dikembangkan gas Metalhalide (Halogen yang dicampur dengan Iodine) pada tahun 1964, sampai pada akhirnya lampu Sodium tekanan tinggi tahun 1965. Prinsip emisi elektron ini yang dapat meningkatkan efficacy lampu diatas 50 Lumen/W, jauh lebih tinggi dibanding dengan prinsip pemijaran. Hal ini jelas karena rugi energi listrik yang diubah menjadi energi cahaya melalui proses emisi elektron dapat dihemat banyak sekali dibanding dengan cara pemijaran dimana energi listrik yang diubah menjadi energi cahaya banyak yang hilang terbuang menjadi energi panas (sebelum menjadi energi cahaya). Distribusi energi yang diubah menjadi energi cahaya.
Pada era yang terakhir telah dikembangkan lampu pijar dengan sistem induksi magnit yangmempunyai umur paling lama dari lampu-lampu jenis lain + 60.000 jam. Namun hal ini masih dalam tahap penelitian. Dan penelitian & pengembangan (R & D) guna mendapat nilai ekonomi yang lebih baik (benefit/cost rtio). Untuk sistem penerangan dekade 90-an yang banyak digunakan oleh masyarakat umum saat ini adalah jenis lampu frluorescen kompak model SL atau PL dan ini yang dikenal lampu hemat energi (LHE).

Lampu Hemat Energi (LHE) & Ballas Elektronik (BE)

Lampu Hemat Energi (LHE)
    Seperti telah diuraikan diatas bahwa jenis yang dimaksud jenis LHE adalah lampu jenis Fluorescen atau lebih dikenla dengan lampu neon. Sekarang ini yang sedang populer dan giat-giatnya dipublikasikan oleh para produsen perlampuan adalah lampu fluorescen model SL & PL. Lampu model SL & PL pada prinsipnya secara teknis sama dengan model lampu jenis fluorescen biasa yaitu efficacy lampu berkisar 60 Lumen/W, hanya keistimewaan mempunyai bentuk yang ringkas, tidak memanjang seperti lampu fluorescen biasa, komponen elektrisnya yang terdiri dari ballas, capasitor dan stater terpadu dalam suatu kesatuan dalam lampu dan disebut model SL, sedangkan model PL untuk komponen elektrisnya terpisah dari lampu . Bentuk kaki lampu dibuat sama seperti pada kaki lampu pijar yaitu dengan sistem ulir dengan ukkuran standar E.27. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penggantian pada lampu pijar diubah menjadi lampu fluorescen . Ada juga lampu fluorescen model ring yang kaki lampunya diubah mengikuti seperti lampu pijar, yaitu sistem ulir ukuran standar E.27. Renderasi warna (Colour rendering) dapat dipilih berbagai masam sesuai yang diinginkan oleh konsumen, Bila diinginkan warna cahaya seperti lampu pijar maka dapat dipilih dengan indeks renderasi warna yang tinggi, karena warna pada lampu pijar adalah warna standar / acuanyang mendekati warna cahaya dengan spektrum yang lengkap seperti pada sinar matahari.
    Selain itu bila diinginkan warna cahaya lain seperti warna white, cool white, day ligh, dll, maka hal ini lebih dimungkinkan didapat pada lempu fluorescen dibandingkan dengan lampu pijar yang hanya mempunyai satu jenis redensi warna.
    Umur lampu fluorescen adalah 8000 jam, lebih lama bila dibandingkan dengan umur lampu pijar yang hanya 1000 jam.
Ballas Elektronik (BE) :
    Ballas jenis ini mempunyai keunikan khusus, yaitu sistem bekerjanya tidak lagi menggunakan gulungan (kumparan) kawat pada suatu inti besi, tetapi telah diganti dengan sistem rangkaian elektronik sehingga besarnya rugi-rugi pada inti besi, pada kumparan menjadi tidak adalagi, dan hanya sedikit rugi saja karena rangkaian/sirkit. Inilah yang paling menguntungkan dalam penghematan energi listrik yang diserapnya. Keuntungan lain yang didapat adalah dapat diatur konsumsi arus listriknya dengan tetap mempertahankann besar tegangan yang diinginkan, sehingg ballas elektronik dapat digunakan untuk sistem pengaturan energi listrik sesuai yang dibutuhkan pada suat ruangan. Dengan sistem sirkit elektronik maka ballas menjadi lebih ringan dan lebih kecil dibandingkan dengan ballas konvensional (sistem gulungan kawat).


Sudah sejak lama lampu pijar dipakai orang, menggantikan obor, pelita, dan penerangan dengan gas. Ketika dunia semakin benderang, pikiran pun bertambah cerah. Lampu alternatif dicari dan diselidiki, dan kemudian muncul lampu hemat energi, yang sekarang berangsur banyak digunakan. Sebenarnya, bagaimana cara lampu ini bekerja?
Petir mini
Lampu pijar bisa bersinar dan membagikan terang karena ada kawat tipis di dalamnya, yang jika dialiri listrik menjadi panas, membara dan menyala. Asal energinya memang listrik. Tetapi tidak selamanya listrik bertugas memanaskan kawat pijar. Ada jenis lampu lain yang berisi gas dan listriknya dipakai untuk menerbitkan loncatan listrik, semacam petir mini. Sebagai hasilnya, energi gas menjadi lebih tinggi dari pada normalnya.
Keadaan dengan tenaga lebih itu tidak berlangsung lama. Gas lekas turun ke harga semula sambil melepaskan tambahan energi dari petir mini tadi. Pada beberapa jenis gas, energi yang dilepas berbentuk cahaya. Ini terjadi misalnya pada lampu natrium, yang sorotan kuningnya menerangi jalan besar dan pelataran ramai di pusat kota. Cahaya kuning terbit karena sesaat sebelumnya energi gas natrium dinaikkan oleh loncatan listrik.
Sangat efisien, sebagian besar energi listrik beralih menjadi cahaya. Ini berbeda dari lampu pijar yang tenaga setrumnya banyak terpakai untuk memanaskan kawat. Sebagian saja yang menjadi terang, sebagian besar lainnya membuat gerah wilayah di sekeliling lampu.
Yang sayang dari lampu natrium hanya warnanya. Kuning mencorong, sehingga benda yang diterangi kehilangan warna aslinya. Bahkan warna kulit manusia cenderung menjadi keabuan, memunculkan pemandangan seakan mayat-mayat gentayangan di bawah lampu. Menjadi pertanyaan, mungkinkah membuat lampu yang efisien tetapi putih cahayanya?
Ultra violet
Akal ditemukan untuk melibatkan tidak hanya satu, tetapi dua jurus kenaikan dan penurunan kembali energi. Pertama-tama peningkatan energi diciptakan dengan loncatan listrik. Mirip sekali dengan lampu natrium, hanya kali ini diberikannya pada uap merkuri (air raksa). Jika gas natrium mengeluarkan sinar kuning ketika energinya turun lagi, pancaran yang dilepaskan uap merkuri adalah ultra violet.
Berbeda dari cahaya kuning, pancaran ultra violet tidak menyebabkan kesan terang. Tidak apa, bukan efek cerah yang dimanfaatkan dari ultra violet, melainkan tenaganya. Yaitu untuk mendongkrak energi bahan tertentu yang berada di dekatnya, sehingga menyebabkan jurus kenaikan yang kedua. Pada gilirannya, kenaikan kedua ini di saat luruh akan melepaskan (ini dia yang ditunggu-tunggu) cahaya putih terang.
Gejala peralihan ultra violet menjadi cahaya lain dinamai fluoresensi, dan bahan yang dikenai ultra violet disebut bahan fluoresen. Dalam praktek, bahan fluoresen dilapiskan pada tabung lampu yang berisi uap merkuri. Maka terwujudlah lampu fluoresen, atau lampu TL (dari tube luminescent, tabung bercahaya), dikenal secara awam sebagai "lampu neon" dengan panjang tabung mulai sekitar 30 cm sampai lebih dari 1 meter.
Lampu hemat energi
Serupa dengan lampu natrium, lampu TL mempunyai efisiensi yang tinggi sehingga menghemat rekening listrik. Sebuah karakternya ialah ketika saklar dinyalakan, TL memerlukan waktu tunggu sebelum terang sepenuhnya. Tetapi kemudian orang mengganti balast konvensional pada lampu dengan sistem penyala elektronik. Hasilnya menjadi lebih cepat terang, tidak berkedip-kedip dulu. Porsi listrik yang termanfaatkan sebagai cahayapun bertambah. Di pihak lain, tabungnya dibuat tidak panjang tetapi ditekuk atau digulung seperti spiral sehingga lebih ringkas dan praktis. Keseluruhannya dikenal sebagai "lampu hemat energi" (CFL, compact fluorescent lamp).
Perhatikan bahwa TL maupun CFL mengandung merkuri yang beracun. Perlu kehati-hatian dengan kedua jenis lampu ini. Jika sampai terjatuh dan pecah, lokasinya harus segera dijauhi, pintu dan jendela dibuka lebar setidaknya selama 15 menit untuk membersihkan udara.
Dibandingkan lampu pijar yang terangnya sama, CFL memang lebih mahal. Tetapi ongkos setrumnya lebih rendah, lagi pula usianya lebih panjang, sehingga harga pembelian cenderung impas. Yang penting, penghematan energi terjadi, dan ini adalah isu utama yang mendorong sejumlah negara untuk beralih ke CFL.
Ganti akrab dengan CFL dan mengucapkan selamat tinggal kepada lampu pijar, berarti mengurangi emisi CO2 pada pusat pembangkit listrik dan mengerem pemanasan global. Australia sudah mengumumkan akan melarang lampu pijar pada tahun 2010. Di Finlandia, perdana menterinya mengusulkan pelarangan mulai tahun 2011. ***

sumber: http://elektroindonesia.com/elektro/no1a.html
http://netsains.com/2009/04/bagaimana-lampu-hemat-energi-bekerja/ 


Georges Claude (1870-1960) 

Penemu Lampu Neon

Sejarah perkembangan lampu listrik sudah bermula dari abad-abad yang lampau, ketika kebutuhan manusia akan penerangan pada malam hari muncul. Penemuan lampu pijar oleh penemu serba bisa Thomas Alva Edison, menjawab persoalan itu. Temuannya ini manusia di dunia bisa menikmati cahaya pada malam hari. Penemuan brilian Edison ini kemudian diadaptasi oleh seorang insinyur dan ahli kimia, Georges Claude. Pada 1902,   Pria kebangsaan Prancis menemukan sinar cahaya melalui lampu neon untuk keperluan periklanan.. Berkat usahanya, seluruh dunia mulai mengenal neon (Tube Lamp) hingga saat ini.
Georges Claude, lahir pada 4 September 1870, di kota Paris. Ia tumbuh dan dewasa dikota kelahirannya. Dalam menjalani pendidikan di universitas, ia sangat memuja  Ahli fisika Perancis Jaques d’Arsonval yang mengemukakan konsep konversi energi panas laut, atau KEPL (ocean thermal energy conversion, OTEC) sebagai salah satu penggunaan dari siklus Rankine. Setelah lulus kuliah, Claude melanjutkan karir intelektualnya dengan bekerja membuat tabung oksigen untuk keperluan rumah sakit.

Pada 1902,  insinyur dan ahli kimia berusaha mengembangkan aliran listrik ke dalam tabung gas neon. Usahanya pun berbuah manis. Ia berhasil membuat lampu neon (Neon berasal dari bahasa Yunani Neos, yang berarti gas baru), berwarna merah. Merasa tertarik ia lalu menambah jumlah tabung dan mengisinya dengan neon. Segera setelah itu ia mendapatkan untuk pertama kalinya tabung neon yang sesungguhnya.
Sebagian besar literatur menyebutkan, lampu neon ciptaan Georges Claude,  memiliki sebuah tabung kaca tertutup yang mengandung sangat sedikit udara, sedikit air raksa, bubuk putih fosfor, dan dua elektroda (katoda dan anoda) pada setiap ujung tabung. Selain itu terdapat transformer yang mengatur aliran listrik ke tabung. Begitu saklar dihidupkan transformer mengaliri listrik ke dalam tabung. Aliran listrik tersebut meloncat ( arc ) dari katoda ke anoda sehingga menguapkan air raksa menjadi ion. Gas air raksa mengeluarkan sinar ultraviolet yang tidak tampak yang membentur bubuk putih fosfor sehingga menghasilkan cahaya yang memancar.
Namun penemuan lampu neon belumlah sempurna. Sinar tabung-tabung merah itu tak seperti sumber cahaya lainnya yang berguna untuk keperluan umum sehari-hari, seperti  menerangi rumah atau jalan tangga, akibatnya  lampu neon menjadi lembam.  Pada waktu itu, para ilmuwan dan saintis menyebutkan, kelemahan lampu neon pada waktu itu diakibatkan Neon tak bisa di kompilasikan dengan elemen lain pada tabung lainnya, artinya gas baru tak membutuhkan katup gas.
Meski demikian,  Claude tidak menyerah dan berusaha untuk menyempurnakan temuannya ini. Setelah melakukan penelitian, lampu neon yang memancarkan warna merah ini menarik perhatian dan kemampuannya bertahan di tengah siraman hujan dan kabut. Alhasil, temuan yang spektakuler ini cukup efektif digunakan untuk iklan dan reklame. Hasil temuannya ini, ia publikasikan di Paris pada 1910. Atas bantuan kawannya, ia memperkenalkan lampu buatannya itu ke Amerika. Agar temuannya tidak ditiru orang. Claude mematenkan lampu neon di Amerika Serikat. Semenjak itu ia mulai dikenal sebagai seorang jenius yang berhasil menemukan lampu neon yang merupakan pelopor lampu pijar untuk keperluan periklanan
Pada 1915, untuk pertama kalinya lampu neon dijual kepada khalayak umum. Seorang Pengusaha Earle C. Anthony, membeli lampu neon seharga U$24 ribu. Lampu itu, ia gunakan  untuk menerangi papan reklame perusahaan penjualan mobil miliknya di Los Angeles. Pertama kali lampu neon Claude hanya berwarna biru dan merah. Bisa dikatakan sejak saat itu hingga kini lampu bikinan Claude kerap dipakai untuk menerangi papan reklame seperti kasino, hotel, swalayan, maupun lampu lalu lintas dan keperluan lainnya.
Claude lalu mengembangkan teknologi neon buatannya itu. Ia menemukan elektroda-elektroda nonreaktif yang cukup untuk menangani gempuran ion tanpa membuatnya panas. Temuan itu membuka cakrawala bagi perawatan tabung-tabung neon sehingga menjadi awet digunakan.
Di puncak karirnya, George Claude sempat membuat pusat listrik tenaga KEPL di Teluk Matanzas dekat Kuba, tahun 1930. Pusat tenaga listrik ini dengan daya 22 KW hanya dapat bekerja selama dua minggu karena dihancurkan oleh angin topan sehingga pipa untuk masukan airnya rusak total. Proyek itu kemudian dihentikan. Lima tahun kemudian, Claude membangun pembangkit lain, kali ini di pantai Brazil. Namun proyek tersebut mengalami nasib yang sama hancur oleh cuaca dan ombak.
Hampir sepenuh masa hidupnya, George Claude dengan penemuannya mengabdi pada dunia.  Ia meninggal  pada  23 Mei 1960, saat berusia 90 tahun. Jasadnya boleh dikuburkan. Namun pemikiran dan penemuannya  tidak habis dimakan zaman.

Muat dalam Pikiran Rakyat, Edisi Cakrawala, 5 Juni 2008
Share this article :